Digitalbisnis.id – Sejak ratusan tahun lalu bangsa Indonesia mengenal jahe sebagai salah satu tanaman rempah untuk menyedapkan masakan dan sistem pengobatan tradisional. Di perniagaan internasional, biasanya jahe dijual atau diekspor dalam bentuk kering, bubuk, rimpang atau awetan. Selain itu, ada pula yang mengolahnya menjadi koresin dan minyak astiri. Terutama untuk jahe gajah dan jahe merah.
Mutu dan Peluang Ekspor Jahe Indonesia
Karena keunggulan dan mutunya jahe merah dan jahe gajah Indonesia sering menjadi incaran pasar mancanegara. Jadi permintaan ekspornya sangat besar dan selalu terbuka lebar. Kedua jenis produk holtikutura ini sangat digemari pasar mancanegara dan permintaanya selalu naik setiap tahun.
Untuk jahe gajah, selain memiliki ukuran lebih besar, aromanya tidak terlalu menyengat dan rasa pedasnya sangat pas di lidah. Sedangkan untuk jahe merah biasanya lebih sering dipakai dalam industri pengobatan.
Di Indonesia kegiatan ekspor jahe merah dan jahe gajah terus mengalami peningkatan dengan prosentase rata-rata sekitar 32,75% setiap tahun. Padahal menurut catatan yang ada, pangsa pasar jahe dari Indonesia atas pasar internasional jumlahnya sangat sedikit hanya 0,8% saja. Sehingga dapat dikatakan, peluang pasar ekspornya masih sangat luas untuk dikembangkan.
Pangsa Pasar Ekspor Jahe Paling Prospektif di Asia
Di kawasan Asia, Jepang jadi salah satu negara pengimpor jahe terbesar. Sejak sekitar tahun 2000 lalu banyak sekali supermarket di Tokyo dan kota-kota besar lainnya yang menjual jahe gajah dalam bentuk olahan manisan kepada masyarakat setempat.
Dengan ketebalan antara 3 sampai 4 mm, jahe gajah yang sudah dikeringkan tersebut dikasih taburan gula sehingga rasanya menjadi lebih manis meski pedasnya masih terasa kuat. Ketika dilihat secara sekilas, tampilan produk kemasan siap santap ini hampir mirip dengan manisan dari Bogor.
Oleh suatu perusahaan Jepang, hasil olahan jahe ini dimasukan dalam plastik dan diberi label informasi tentang negara pengekspor jahe tersebut. Tetapi sayang sekali ternyata negara yang mengekspornya ternyata bukan Indonesia. Meski demikian, hal ini tetap dapat dijadikan bukti jika jahe sangat diminati oleh masyarakat negara tersebut.
Melalui promosi yang baik, bukan tidak mungkin jahe gajah dari Indonesia berhasil merebut pasar ekspor di Jepang. Apalagi jika disertai dengan standar mutu yang bagus dan harga yang lebih bersaing.
Sementara itu, di Hongkong, pelaku usaha disana sudah berhasil mengembangkan produk jahe gajah dan jahe merah lalu diekspor lagi ke beberapa negara lain. Padahal sebagian besar jahe tersebut diimpor langsung dari Indonesia. Selama ini memang jahe yang diekspor oleh pelaku bisnis di Indonesia kebanyakan memang masih berbentuk mentahan saja.
Sebenarnya, jika mau berusaha sebenarnya Indonesia juga dapat mengekspor jahe gajah atau jahe merah karena tanaman ini merupakan tanaman asli dari tanah air. Jadi sudah sewajarnya apabila bangsa ini mampu mengolah hasil panen tanaman tersebut menjadi produk siap saji, sehingga nilai jualnya bisa semakin tinggi.
Selain Jepang dan Hongkong, jahe merah dan jahe gajah juga bisa diekspor ke negara-negara lain di kawasan Asia terutama Uni Emirat Arab dan Pakistan. Selain itu, Malaysia, Singapura, dan Bangladesh juga sangat prospektif sekali dijadikan pangsa pasar.
Masyarakat di negara-negara tersebut juga menyukai jahe dari Indonesia meski saat ini nilai perdagangannya masih tergolong kecil. Namun melalui pendekatan serta promosi yang tepat, niscaya peluang ekspornya bisa dinaikan lagi pada angka yang lebih besar dan maksimal.
Kelebihan Jahe Merah dan Jahe Gajah sebagai Komoditas Ekspor
Dibanding dengan sistem budidaya tanaman lainnya, jahe merupakan produk pertanian yang sangat mudah sekali dikembangkan termasuk perawatannya. Setiap orang pasti pasti mampu menanam jahe, karena tidak dibutuhkan keahlian tertentu untuk menggarapnya.
Semua teknologinya sangat sederhana dan tidak memerlukan perawatan dan peralatan khusus sebagaimana tanaman lain seperti sayuran atau buah-buahan. Demikian pula dengan metode pembibitan dan pengolahan lahannya, semua dapat dengan mudah dikerjakan. Hanya ada satu tugas yang perlu mendapat perhatian serius, yaitu pemanenan, pengolahan, dan kemasan.
Kemudian untuk harganya, jahe merah dan jahe gajah merupakan komoditas holtikutura yang termasuk tinggi harganya. Apalagi jika segmen yang dituju adalah pasar ekspor mancanegara. Di pasar dalam negeri, kedua jenis produk ini dapat dijual dengan harga antara 10 hingga 30 ribu rupiah untuk setiap kilogramnya setelah dikeringkan.
Sedangkan untuk pangsa pasar luar negeri atau ekspor, harganya bisa naik beberapa kali lipat menjadi 50 sampai 100 ribu rupiah per kilogram. Meski seringkali harga tersebut mengalami fluktuasi, namun tetap saja lebih tinggi jika dibandingkan dengan produk pertanian lain yang lain atau pangsa pasar dalam negeri.
Kelebihan lainnya, jahe merah dan jahe gajah adalah komoditas yang sifatnya awet terutama jika sudah dikeringkan. Sehingga pelaku usaha di sektor ini tidak pernah diburu waktu untuk melakukan pengiriman dan penjualan demi menjaga kualitasnya. Hal ini tentu sangat berbeda dengan produk sayuran dan buahan yang harus bisa dikirim secepatnya agar tidak membusuk.
Kendala dan Masalah Beserta Pemecahannya
Beberapa kendala utama yang harus dihadapi bersama dalam kegiatan ekspor jahe merah dan jahe gajah Indonesia ke mancanegara yaitu masalah permodalan. Semua orang pasti memiliki pandangan yang sama, bahwa modal adalah masalah klasik dalam kegiatan usaha tetapi fakta inilah yang terjadi pada industri jahe di Indonesia.
Meski budidaya jahe merupakan kegiatan usaha pertanian yang modalnya tidak terlalu tinggi, tetapi masih banyak petani Indonesia yang terbentur dengan masalah tersebut. Oleh sebab itu, diperlukan penyelesaian yang baik dan salah satunya, yaitu memberi kemudahan pada mereka untuk mengakses kredit pada bank atau lembaga keuangan lainnya dengan bunga rendah.
Selain modal, sumber daya manusia (SDM) juga jadi kendala utama terutama terkait dengan sistem pengolaha produk jahe merah dan jahe gajah. Sebagaimana yang sudah diuraikan pada bagian atas, bahwa selama ini Indonesia hanya dapat mengirim komoditas jahe dalam bentuk mentahan saja.
Para eksportir harus didorong untuk menjual produk tersebut berupa jahe siap saji. Selain itu, harus dilakukan pelatihan terhadap petani dan pelaku usaha lain yang bergerak dalam sektor ini. Khususnya pelatihan tentang peningkatan mutu produk, budidaya tepat guna, penggunaan teknologi pertanian modern, pengolahan produk, kemasan, dan sebagainya.
Mutu dan kualitas menjadi hal yang sangat penting karena semua negara importir jahe di Asia dan seluruh dunia pasti menginginkan yang terbaik atas produk yang diterimanya. Meski saat ini belum ada standar mutu atas komoditas jahe, namun setidaknya petani dan eksportir harus mengetahui perbedaan jahe berkualitas bagus dan jelek.
Sehingga saat ditawarkan pada pihak importir harganya bisa tetap tinggi meski sedang terjadi fluktuasi. Di pasar Asia maupun dunia, penentuan harga komoditas jahe merah dan jahe gajah memang didasarkan atas struktur dominan. Karena itu Indonesia tidak mempunyai pengaruh besar terhadap penentuan harga jual kedua jenis komoditas ini.
Tetapi melalui peningkatan mutu yang lebih bagus disertai dengan penguasaan ilmu budidaya yang baik, maka Indonesia akan memiliki harapan lebih tinggi menguasai pangsa pasar dalam skala yang besar. Sehingga produk ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber penerimaan atau devisa negara sekaligus meningkatkan taraf hidup petaninya.