Jakarta, 20 Februari 2025 – Pemerintah Indonesia secara resmi mengumumkan pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau yang dikenal sebagai Danantara. Lembaga ini dibentuk dengan tujuan untuk mengelola dan mengoptimalkan aset negara secara lebih efisien, serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan.
Apa Itu Danantara?
Nama Danantara berasal dari akronim dari Daya Anagata Nusantara, yang memiliki arti “kekuatan masa depan Nusantara”. Sebagai lembaga investasi negara, Danantara akan berfungsi sebagai superholding yang menaungi berbagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) strategis. Model pengelolaan yang diterapkan mirip dengan Temasek Holdings di Singapura atau Khazanah Nasional di Malaysia.
Tujuan utama pembentukan Danantara adalah untuk mengonsolidasikan kepemilikan aset negara dan mengelolanya secara profesional agar dapat memberikan keuntungan maksimal bagi perekonomian nasional.
Modal Awal dan Aset Kelolaan
Pada tahap awal, Danantara akan mengelola aset negara senilai Rp 9.049 triliun, dengan modal awal yang ditetapkan sebesar Rp 1.000 triliun. Dana ini berasal dari konsolidasi modal BUMN tahun buku 2023, serta tambahan USD 20 miliar (sekitar Rp 325 triliun) dari hasil efisiensi anggaran pemerintah.
Sebagai superholding, Danantara akan mengelola beberapa BUMN strategis yang memiliki nilai aset besar, termasuk di sektor perbankan, energi, telekomunikasi, dan industri pertambangan.
BUMN yang Berada di Bawah Danantara
Berikut adalah tujuh BUMN utama yang akan berada di bawah naungan Danantara:
- Bank Mandiri – Mengelola aset senilai Rp 2.174 triliun.
- Bank Rakyat Indonesia (BRI) – Memiliki total aset sebesar Rp 1.965 triliun.
- Bank Negara Indonesia (BNI) – Aset yang dikelola mencapai Rp 1.087 triliun.
- Perusahaan Listrik Negara (PLN) – Penyedia listrik nasional dengan aset sebesar Rp 1.671 triliun.
- Pertamina – Perusahaan energi nasional dengan total aset Rp 1.412 triliun.
- Telkom Indonesia – Perusahaan telekomunikasi terbesar dengan aset Rp 318 triliun.
- Mining Industry Indonesia (MIND ID) – Holding industri pertambangan dengan aset Rp 259 triliun.
Jika digabungkan, total aset yang dikelola oleh ketujuh BUMN ini mencapai lebih dari USD 600 miliar atau sekitar Rp 9.504 triliun.
Fokus Investasi dan Strategi Pengelolaan
Sebagai badan pengelola investasi negara, Danantara akan fokus pada berbagai sektor strategis yang memiliki potensi pertumbuhan tinggi, di antaranya:
- Energi Terbarukan – Investasi pada energi hijau dan infrastruktur listrik.
- Manufaktur – Peningkatan kapasitas industri dalam negeri.
- Produksi Pangan – Mendorong ketahanan pangan nasional.
- Infrastruktur Digital – Penguatan konektivitas melalui investasi di sektor telekomunikasi dan teknologi informasi.
Untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas, pemerintah akan melibatkan berbagai pihak dalam pengawasan pengelolaan Danantara. Presiden Prabowo Subianto telah mengajak mantan presiden Indonesia serta tokoh dari organisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) untuk turut serta dalam pengawasan lembaga ini.
Harapan dan Dampak bagi Ekonomi Indonesia
Dengan terbentuknya Danantara, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, dengan ambisi mencapai 8% per tahun. Selain itu, lembaga ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pengelolaan aset negara serta mendukung pembangunan nasional secara berkelanjutan.
Sebagai langkah awal, Danantara akan mulai beroperasi penuh pada Maret 2025, setelah mendapatkan persetujuan final dari Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Pemerintah optimis bahwa Danantara akan menjadi salah satu instrumen kunci dalam memperkuat ekonomi Indonesia dan menjadikan negara ini sebagai kekuatan ekonomi baru di Asia.
Kekhawatiran Masyarakat dan Pengamat Ekonomi
Meskipun Danantara digadang-gadang sebagai solusi dalam optimalisasi aset negara, tidak sedikit kritik yang muncul dari berbagai kalangan. Beberapa pengamat ekonomi menyoroti potensi tumpang tindih kewenangan antara Danantara dengan Kementerian BUMN yang sudah memiliki peran serupa dalam mengelola perusahaan pelat merah.
Ada juga kekhawatiran mengenai potensi monopoli dan ketidakseimbangan pasar, di mana superholding ini bisa mendominasi sektor-sektor strategis tanpa persaingan yang sehat. Selain itu, sejumlah ekonom mempertanyakan mekanisme transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan aset yang begitu besar, mengingat Indonesia memiliki rekam jejak yang masih perlu diperbaiki dalam tata kelola korporasi yang baik.
Dari sisi masyarakat, beberapa pihak mengkhawatirkan bahwa Danantara dapat menjadi alat politik baru yang dimanfaatkan oleh elit ekonomi dan politik untuk kepentingan tertentu. Tidak sedikit pula yang menyoroti bahwa skema seperti ini pernah dicoba sebelumnya tetapi gagal memberikan dampak signifikan terhadap kesejahteraan rakyat secara langsung.
Sebagai respons terhadap kritik ini, pemerintah menegaskan bahwa Danantara akan beroperasi secara independen dengan tata kelola berbasis prinsip good corporate governance (GCG). Selain itu, keterlibatan berbagai lembaga pengawas serta transparansi dalam pelaporan keuangan dijanjikan akan menjadi prioritas utama guna memastikan keberhasilan lembaga ini.
Discussion about this post